Selamat Datang Di SAKAYALOWAS BLOG silahkan anda download apa yang anda butuhkan disini semoga bermanfaat

Haiiii,Baca ini...jangan lupa Komentar nya dooong.....

zwani.com myspace graphic comments

Senin, 10 April 2017

KETURUNAN SUMBAWA DI AFRIKA SELATAN

KETURUNAN SUMBAWA DI AFRIKA SELATAN

Rosihan Anwar – Wartawan Senior
Sheikh Yusuf al-Macassari, ulama Sufi asal Gowa abad ke-17, merupakan tokoh dominan yang sangat dihormati oleh Cape Malay, Afrika Selatan, dewasa ini sehingga dikira Cape Malay keturunan Bugis dan Makassar. Anggapan itu keliru. Sebab yang diangkut oleh VOC Belanda dahulu dari Nusantara ke Afrika Selatan (Afsel) adalah budak dan buangan politik yang berasal dari pelbagai daerah dan etnik, seperti Banten, Betawi, Bengkulu, Jambi, Palembang, Sumatera Barat, dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Di seminar “Perbudakan dan Pembuangan Politik di Cape Town”, 23 Maret 2005, saya berkenalan dengan Lalu Ebrahiem Dea Malela/Manuel dari Simonstown. Dia mengaku keturunan dari leluhurnya Abdulatief Sirat dari Sumbawa. Dia sampaikan kepada saya seberkas kertas berjudul Rahasia-rahasia dari tulisan-tulisan kuno yang disembunyikan dan misterius dalam kitab-kitab dan buku harian orang-orang buangan politik yang diasingkan oleh Kompeni Hindia Timur Belanda/VOC sejak tahun 1667. Guna diungkapkan pertama kali dalam masa lebih dari 300 tahun kerahasiaan. Menuliskan kembali sejarah kami yang telah dilupakan dari halaman-halaman kuno kitab dan buku harian Lalu Abdul Kadir Jaelani Dea Koasa dari Pemanggung Nusa Tenggara Barat, Sumbawa, Indonesia, 1752. Saya tak sempat membaca dokumen tadi di Afsel. Baru sekembalinya di Jakarta saya serap informasi yang terkandung di dalamnya. Bunyi intro sudah menarik minat. “Pelopor-pelopor Islam di Tanjung Harapan Baik dengan kapal-kapal Belanda dirantai dan dibelenggu. Tidak banyak diketahui tentang asal-usul mereka, pengasingan, pembuangan, pemenjaraan, dan kehidupan mereka di Afrika Selatan. Kini untuk pertama kali kisah mereka akan dipaparkan oleh dua orang keturunan dari Simonstown dan Sumbawa. Sejarah kami adalah hidup dan kitab-kitab serta buku harian sedang bicara”. Haji Erefan Rakiep (82) dari Bridgetown, setelah berkenalan dengan saya, menceritakan pada tahun 1994 dia menemukan informasi sejarah, bahan arsip dari kitab-kitab dan buku harian yang berkaitan dengan leluhurnya Tuan Guru yang dibuang dari Ternate-Tidore, Indonesia, pada tahun 1770. Di Afsel tiada seorang pun mampu membaca kitab dan buku harian kuno itu. Hanya dengan bantuan anggota keluarga di Indonesia hal itu dimungkinkan. Kitab-kitab itu mengandung pesan-pesan rahasia dan informasi yang hanya penulisnya serta orang-orang keturunannya di Indonesia yang dapat memahaminya. Keluarga-keluarga yang memiliki kitab-kitab kuno itu mengadakan janji rahasia untuk tidak menceritakan keberadaannya kepada orang Barat. Ada laporan singkat sejarah dua orang buangan politik di Simonstown dan Cape Town, Afsel, tahun 1752. Laporan itu menceritakan pertempuran sengit antara VOC Belanda dan para penguasa Sumbawa. Keluarga besar Dinasti Dea menentang penjajahan Belanda. Di barisan depan bertempur pejuang-pejuang Dea Agga, Dea Koasa, Dea Melala, Dea Marlia, Dea Sanapia, dan Dea Penggawa. Akan tetapi, dengan bantuan kolaborator, para cecunguk di dalam komunitas Sumbawa, VOC berhasil menangkap Lalu Abdul Kadir Jaelani Dea Koasa dan putranya, Lalu Ismail Dea Malela, dari Kampung Pemangong pada tahun 1752. Kejadian pada hari yang menentukan itu 250 tahun yang silam dilihat dari jarak menjauh oleh dua bersaudara Lalu Abdul dan Lalu Ismail yaitu Lalu Agga dan Lalu Marlia yang sedih sangat, lantaran anggota-anggota keluarga mereka ditangkap dan mereka tidak berdaya menghadapi senjata dan serdadu Kompeni Belanda. Banyak lagi anggota keluarga, lelaki perempuan kanak-kanak ditangkap dan dengan kekerasan diangkut ke Afrika Selatan. Di Simonstown, Afsel, kedua anggota keluarga Lalu Abdul dan putranya, Lalu Ismail, menulis dalam kitab dan buku harian, dan oleh karena itu keturunan dari generasi kesembilan dengan mudah menemukan keluarga mereka. Pertalian langsung dan hubungan dengan Sumbawa diwujudkan pada tanggal 7 September 1999 oleh Abdulatief Sirat dari Pemangong Sumbawa, Harjadi Suhada dari Bugis Jakarta, Sasa Kralz dari Kroasia, Photographer Leadership Magazine dan seorang keturunan dari generasi kesembilan Ebrahim Manuel dari Simonstown, Afsel. Ebrahim Manuel mengatakan, “Hassjem Salie dari South African Malayu Cultural Society dan Linford Andrews dari Kedutaan Besar Afsel di Jakarta adalah instrumental dalam memudahkan sebagai wakil saya berhubungan dengan stakeholders utama lain di Indonesia sehingga saya bisa menelusuri asal-usul ke Sumbawa Indonesia”. Kitab kuno leluhur dengan nama Lalu Abdul Kadir Jaelani Dea Koasa diteruskan dari generasi ke generasi di Simonstown. Dia menulis pemenjaraannya pada tahun 1752 di Penjara Ruang Bawah Tanah Simonstown, tentang pelariannya tahun 1755, serta pendaratannya di Bordtjies Drift di Cape Point. “Tatkala leluhur berdiri di Cape Point Mountain dan menyaksikan pemandangan memesonakan dari Samudra Atlantik di sebelah kiri dan Samudra Hindia di sebelah kanan, beliau tentu berpikir ini adalah tempat sempurna yang telah dipilih guna keselamatan dirinya. Tempat dan daerah itu terisolasi dan jauh letaknya dari bahaya waktu memikirkan pemenjaraannya di Kamar Bawah Tanah Terungku Budak Sahaya yang ditakuti itu. Di sini di Cape Point leluhur dapat berasa damai waktu berjalan sehari-hari untuk mengenali lingkungannya. Leluhur itu mempelajari gunung, flora, fauna, kehidupan liar, kehidupan kelautan, iklim, dan dalam kitab buku harian terdapat gambar-gambar mengenai pengamatannya tadi”. Di tempat penyimpanan arsip negara dalam daftar budak-budak terdapat 60 nama anggota keluarga Sumbawa yang ditangkap VOC dan diangkut dengan kekerasan ke Cape of Good Hope dengan kapal-kapal Belanda. Tertera di situ beberapa tahun lamanya mereka dipenjara di Robben Island yang pada abad ke-19 adalah tempat pembuangan Nelson Mandela. Pohon silsilah dari tahun 1674 dengan mencantumkan nama dua anggota keluarga yang diasingkan tahun 1752 telah dipinjamkan oleh keluarga di Simonstown, Afsel, kepada keluarga di Sumbawa, Indonesia, untuk dipelajari dan diketahui. Di antara anggota keluarga dari Sumbawa, Indonesia, itu disebut nama Drs Abdul Muis dari Universitas Muhammadiyah dan Dien Syamsuddin (Sekjen Majelis Ulama Indonesia). Dokumen-dokumen resmi yang ditandatangani dan diberi cap stempel oleh keluarga yang mengindikasikan hubungan- hubungan langsung kami dengan para leluhur di Simonstown dan Cape Point dengan akar-akar keluarga kami serta hubungan leluhur dengan dinasti para raja Sumbawa di Indonesia, demikian tulis Ebrahiem Manuel. Lalu Ebrahiem Dea Malela/Manuel, alamat: 10 St Michels Road, 7th Avenue, Off 1St Road, Grassy Park 7941 Western Cape Ph 021-7061796-7862302, dalam upaya mentrasir asal-usulnya dari Sumbawa telah dua kali mengunjungi Indonesia. Pertama, selama empat bulan pada tahun 1999. Kedua, selama satu bulan pada tahun 2000. Ketika itu dia berjumpa dengan para anggota keluarga Sumbawa, juga dengan penerjemah di Masjid Istiqlal, Jakarta, yang mendapat kesempatan membaca kitab-kitab dan buku harian para leluhur yang dibawanya dari Afsel. Anggota keluarga Sumbawa menawarkan diri datang ke Afrika Selatan guna membantu menerjemahkan kitab kuno dan buku harian leluhur, “jikalau kami mengurus tiket pesawat terbang mereka”, ujar Ebrahiem. Guna menerjemahkan isi kitab-kitab dan buku harian para leluhur itu, anggota keluarga yang sesepuh dari Sumbawa dan Jakarta mengusulkan untuk melibatkan Pemerintah Afrika Selatan, Indonesia, dan Belanda. Tidak diketahui apakah ada kemajuan dalam hal itu. Rahasia-rahasia apakah yang akan tersingkap dari sejarah perbudakan di Afsel? Ebrahiem mengimbau kepada keluarga-keluarga di Cape Town yang memiliki kitab buku harian leluhur mereka untuk mengeluarkannya dari penyimpanan dan agar diterjemahkan oleh para ahli. Perbudakan adalah suatu kejahatan terhadap umat manusia dan kemanusiaan. Kita perlu menyembuhkan keluarga-keluarga kita, komunitas-komunitas kita, negara Indonesia, Belanda, dan Afrika Selatan. Dengan menyembunyikan informasi historis dari semua, para leluhur kita tidak akan pernah beristirahat dengan damai, demikian Ebrahiem yang mengatakan kepada saya di Museum Iziko, Cape Town, “Saya keturunan raja Sumbawa”.
Sumber : http://ihinsolihin.com/sastrabudaya/keturunan-sumbawa-di-afrika-selatan/

0 komentar:

Posting Komentar

Harap Tinggalkan pesan anda,,,

Tulisan Populer