Selamat Datang Di SAKAYALOWAS BLOG silahkan anda download apa yang anda butuhkan disini semoga bermanfaat

Haiiii,Baca ini...jangan lupa Komentar nya dooong.....

zwani.com myspace graphic comments
Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 April 2017

BAHAM ; PAHLAWAN ATAU PEMBERONTAK ??

Rumah Tempat Tinggal Baham Sejak Kecil {DOKUMEN FOTO iHIN uTAN : 2014)
Rumah Tempat Tinggal Baham Sejak Kecil {DOKUMEN FOTO IHIN UTAN : 2014)
Masarakat Sumbawa generasi sekarang mungkin sedikit yang tahu kalau dahulu ada seorang yang dengan sungguh-sungguh membela tanah air atau desa daratnya dari ketidak adilan khususnya terhadap sepak terjang Belanda yang suka memeras keringat, tenaga bahkan nyawa masarakat untuk kepentingan nya. Dia adalah seorang laki-laki yang dilukiskan berperawakan tinggi besar dan kekar bahkan dikenal sangat kebal dari semua jenis benda tajam bahkan ia tidak tertembus peluru. “ Baham”.. ; itulah nama laki-laki asal Gunung Kecamatan Orong Telu dibagian selatan Kabupaten Sumbawa. Namanya sangat melagenda dikalangan masarakat Orong Telu bahkan di Kabupaten Sumbawa. Namun bersamaan dengan bergantinya zaman, nama Baham seolah terlupakan.
Tiang Rumah Bercabang Sambung tang terletak di Ruang Utama Rumah Baham
Tiang Rumah Bercabang Sambung tang terletak di Ruang Utama Rumah Baham
Baham terlahir dari sebuah keluarga sederhana di Dusun Gunung Desa Sebeok Orong Telu. Ia hidup ditengah kesederhanaan keluarganya. Bercocok tanam, itulah pekerjaan utamanya. Dimusim kemarau ia menghabiskan waktu nya untuk berburu menjangan atau mengambil madu di hutan sekitar desanya. Ia juga dikenal sebagai manusia yang paling membenci penjajahan Belanda, temasuk orang-orang yang bekerjasama dengan Belanda. Sebagian pelaku-pelaku sejarah masa lalu, melukiskan Baham sebagai seorang pemberontak terhadap kebijaksanaan pemerintah kerajaan. Sehingga wajar kalau perjuangan seorang Baham tidak pernah ditulis apalagi menempatkan dirinya sebagai seorang pahlawan.
Masarakat Orong Telu ternyata tidak menerima kalau Baham disebut sebagai seorang pemberontak. Ketika saya masih duduk dibangku Sekolah Dasar, saya sering berkunjung ke Dusun Gunung ini. Kala itu seorang cucu Baham masih hidup dan beliaulah yang banyak bercerita tentang kepahlawanan sang kakek. Menurut cucunya ini ( saya lupa namanya ) Baham selalu menentang kalau petugas pajak kerajaan datang mengambil paksa upeti atau pajak untuk raja, tidak peduli kalau masarakat gagal panen. Satu ketika ia membunuh pemungut pajak itu dan semua padi, beras atau apa saja yang diambil petugas itu, dikembalikan lagi kepada pemiliknya. Baham kemudian dicari untuk ditangkap oleh tentara kerajaan. Namun tak seorang pun dari tentara itu yang berhasil melumpuhkan Baham, walau ia ditembak sekalipun. Baham konon memiliki ilmu kebal dan bisa menghilang dari penglihatan orang yang sirik terhadapnya.
H.Syamsuddin dan Saudara perempuannya merupakan cucu dari saudara kandung Baham Sebab Baham sendiri tidak punya keturunan....
H.Syamsuddin dan Saudara perempuannya merupakan cucu dari saudara kandung Baham Sebab Baham sendiri tidak punya keturunan….
Suatu hari ketika Baham sedang mencari ikan disungai dekat desanya, dua orang tentara Belanda menembaknya dengan peluru bulaeng ( emas ) dari atas tebing sungai. Baham terjatuh dan segera disusul oleh sang penembak. Namun apa yang ditemukan, sosok Baham konon telah berubah menjadi pohon pisang. Nah pohon pisang inilah yang dikuburkan masarakat Gunung dipinggir sungai tersebut. Saat berada di Gunung saya sempat menyaksikan kubur Baham. Terakhir setelah dusun ini berkembang, dikomplek makam Baham ini dibangun sebuah SD Inpres. Namun sayang, semua itu telah hilang. Dusun Gunung pun sekarang ini hanyalah tinggal nama, karena masarakat setempat sudah pindah dan membangun desa baru di jalan lintas Senawang-Sebeok.
Kembali ke cerita Baham ; bahwa ternyata Baham tidak mati. Pohon pisang yang dikuburkan masarakat hanyalah sebuah kamuflase agar tentara Belanda merasa puas karena sudah membunuh Baham. Dari peristiwa itu Baham kemudian bersembunyi disebuah tempat disekitar Peruak ( pendakian ) Batu Anar dikawasan Batu Rotok Kecamatan Batu Lanteh. Cukup lama ia bersembunyi disini dan sebagai penghubung antara Baham dan keluarganya tersebutlah sebuah nama yang dikenal sangat bijak. Namanya Senan. Ia berasal dari Senawang Berang. ( Desa ini senasib dengan Gunung yang ditinggal pergi penduduknya.) Senan inilah yang banyak membantu mulai dari pelarian hingga ke persembunyian Baham. Konon dalam perjuangan melawan kaki tangan Belanda, Baham selalu ditemani Senan. Sejak ia bersembunyi, Baham selalu merepotkan pemerintah kerajaan. Ia diceritakan pernah merampok persediaan makanan kerajaan di Pemangong dan Lenangguar dan banyak aksi-aksi Baham lainnya yang membuat Belanda turun tangan langsung untuk mencari dan membunuh Baham. Kini Baham dan Senan sudah tiada. Tidak seorangpun yang mengetahui secara pasti kapan Baham maupun Senan itu meninggal.
Sekarang untuk mencari kuburan Baham sungguh sangat sulit. Yang ada hanyalah kuburan yang berisi pohon pisang disamping SDN Gunung. Kuburan sesungguhnya dari Baham ini, hingga sekarang tak seorang pun yang tau. Yang jelas Baham dikuburkan disekitar tempat persembujiannya. Begitu pula kuburan Senan. Dahulu kita dapat menjangkaunya dijalan setapak antara Gunung dan Sebeok. Namun sekarang tempat itu sudah dibangun jalan lintas Senawang Sebeok. Kuburan Senan pun hilang tak ketahuan rimba. Sosok Baham adalah pahlawan bagi masarakat Orong Telu, namun ia disebut pemberontak oleh pemerintah kerajaan Sumbawa kala itu.
Baham hidup pada saat Sultan Jalaluddin III memerintah yakni antara Tahun 1833 – 1931. Kisah ini hanyalah sekelumit dari sebuah cerita panjang tentang seorang Baham. Pertanyaan saya kepada pembaca ; perlukah kita menelusuri atau menggali kembali kisah ini, minimal untuk mengetahui secara pasti apakah ia pahlawan atau pemberontak ??
BAHAM dilahirkan di Dusun Gunung Desa Sebeok bukan di Baturotok.

Wajah Sumbawa Pada Masa Pra Islam

Sarkofagus di Ai Renung, Batu Tering, Moyo Hulu
Sarkofagus di Ai Renung, Batu Tering, Moyo Hulu
Jauh sebelum Islam menjejakkan kakinya di bumi Sumbawa, di tanah ini telah terdapat kehidupan. Berawal dari pulau kosong tidak berpenghuni, lambat laun mulai didiami oleh penduduk, kemudian semakin lama semakin berkembang sehingga membentuk beberapa komunitas masyarakat. Proses ini terjadi secara alamiah, karena alam memberikan ruang bagi manusia untuk ditempati dan di kelola. Pada perkembangan berikutnya, dari komunitas-komunitas tersebut lahir suku-suku dengan hukum dan tradisinya masing-masing. Hukum tercipta untuk mengatur kehidupan masyarakat yang saat itu mulai berkembang. Kepala suku pun di pilih dari orang yang terkuat di antara mereka. Dari kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan kemudian melahirkan tradisi-tradisi baik dalam bentuk tradisi adat maupun tradisi ritual.
Masa pra sejarah atau nirleka (nir ; tidak ada, leka ; tulisan) merupakan masa yang dimulai dari adanya kehidupan di bumi yaitu pada zaman palaezoikum dan berakhir ketika ditemukannya tulisan sebagai tanda dimulainya masa sejarah.
Dalam menelusuri keberadaan masa pra sejarah di Sumbawa dapat diketahui dari beberapa peninggalan pra sejarah yang ditemukan di beberapa tempat. Penemuan-penemuan ini memiliki nilai yang sangat penting karena menunjukkan tentang keberadaan manusia purba Sumbawa sekaligus memberikan petunjuk tentang hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas mereka baik yang berkaitan dengan bentuk kepercayaan yang berkembang, sistem sosial kemasyarakatan maupun sistem mata pencaharian.
BENTUK KEPERCAYAAN
Di Sumbawa, sistem kepercayaan telah berkembang sejak zaman megalitikum atau zaman batu besar,  hal ini diketahui dari beberapa penemuan peninggalan pra sejarah di beberapa tempat seperti sarkofagus ; media pemujaan berbentuk peti jenazah yang terbuat dari batu bundar (batu tunggal), kubur batu ; peti jenazah yang terbuat dari batu pipih dan nekara ; peninggalan kebudayaan Dong Son yang terbuat dari perunggu. Sarkofagus ditemukan di 3 (tiga) tempat di Kecamayan Moyo Hulu, yaitu di Ai Renung, Batu Tering dan Raboran (Sebasang) serta penemuan lainnya di Temang Dongan, Kecamatan Lape. Di kecamatan Moyo Hulu juga ditemukan kubur batu yaitu di Tarakin dan di Lutuk Batu Peti Desa Sempe. Sedangkan nekara ditemukan di kaki bukit Makam Seran, Seteluk, KSB.
Animisme
Situs di Tarakin
Situs di Tarakin
Sistem kepercayaan yang lebih maju dapat diketahui ketika ditemukannya nekarapada tahun 1932 di kaki bukit Makam Raja Seran, Seteluk KSB. Nekara yang terbuat dari perunggu itu memiliki fungsi sebagai media untuk meminta hujan, sebagai genderang perang dan pengiring upacara kematian. Pada masa kebudayaan perunggu atau Dong Son ini, jelas terlihat bahwa pola pikir masyarakat sudah lebih maju dari sebelumnya. Hubungan ke alam roh tidak lagi menggunakan simbol-simbol atau ritual yang sederhana, tapi sudah mampu memanfaatkan media yang lebih modern. 
Animisme atau kepercayaan kepada arwah para leluhur merupakan sebuah sistem kepercayaan yang bentuknya masih sangat sederhana. Dari sarkofagus yang ditemukan di Ai Renung maupun Temang Dongan yang bertemapt di daerah ketinggian, terdapat beberapa relief yang berbentuk pahatan muka manusia. Pahatan ini merupakan titisan atau representasi dari orang yang telah di kubur. Orang-orang yang dikuburkan di sarkofagus biasanya adalah tokoh-tokoh masyarakat seperti para kepala suku, syawan (pemimpin upacara ritual), maupun tokoh-tokoh penting lainnya. Pada saat penguburan, sarkofagus biasanya diletakkan di daerah ketinggian, karena masyarakat percaya bahwa ditempat itulah bersemayam roh-roh leluhur mereka.

Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia, Jaman Prasejarah di Indonesia karangan Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto menyebutkan bahwa nekara ini pernah di teliti oleh tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang dipimpin oleh A. Cholid Sodrie. Nekara yang ditemukan di Seran ini  berukuran tinggi 40 cm dan garis bidang pukulnya 51 cm. Pada bidang yang digunakan untuk memukul, sudah agak rusak sehingga pola hiasnya sulit untuk diketahui yang masih tampak adalah pola bintang bersinar 12, pola meander dan pola burung berparuh panjang yang sedang terbang yang hanya tampak satu ekor. Bagian bahu mempunyai 2 (dua) pasang pegangan yang berpola hias tali, dan salah satu pegangannya sudah patah. Pola hias yang masih tampak pada bagian ini adalah pola tangga, pola garis-garis dan pola perahu. Pada bagian pinggang terdapat pola hiasan tangan sedangkan pada kaki tidak tampak pola hiasan.
Situs Lutuk Batu Peti di Desa Sempe, Moyo Hulu
Situs Lutuk Batu Peti di Desa Sempe, Moyo Hulu

Sedangkan pada upacara minta hujan, nekara di tabuh sehingga menghasilkan kekuatan gaib untuk memancing datangnya petir dari langit (
Dalam nekara yang ditemukan di Seteluk, simbol langit ini dilambangkan dengan gambar bintang bersinar 12). 


Bila pada kebudayaan megalitikum, seseorang yang meninggal dikubur di sarkofagus, tapi pada masa ini, bentuk kuburannya lebih kecil yang disebut dengan peti  batu. Pada penemuan Kubur Batu di Tarakin dan di Lutuk Batu Peti Desa Sempe, peti batu ini di tanam di tanah dan dibuat dari papan batu yang di susun sedemikian rupa sehingga membentuk seperti sebuah kuburan. Di dalam kuburan ini juga diikutsertakan benda-benda peninggalan orang yang meninggal yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, maksudnya adalah untuk menemaninya ketika telah tiba di alam arwah.
Dalam ”buk’ Desa Tepal dijelaskan secara singkat tentang prosesi Upacara Eneng Ujan. Upacara ini dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap sesuai dengan kondisi kebutuhan. Bila hujan belum juga turun setelah pelaksanaan upacara yang pertama maka dilanjutkan sampai upacara yang kedua dan ketiga. Upacara pertama dilaksanakan di mesjid atau halaman desa yang diikuti oleh seluruh masyarakat. Upacara ini dilaksanakan dalam bentuk shalat berjamaah dilanjutkan dengan zikir dan pembacaan tahlil disertai dengan selamatan sederhana (bersedekah). Bila hujan belum juga turun, maka oleh hukum mesjid,ulama dan tokoh masyarakat setempat memindahkan lokasi upacara ke sebuah puncak bukit bernama Puncak Ngengas (Diatas salah satu Puncak Ngengas, terdapat sebuah tempat khusus yang seringkali digunakan oleh masyarakat Tepal untuk melaksanakan Upacara Eneng Ujan yang di sebut dengan Puncak ”Betu Tunuun” (Puncak Batu Bersusun) yang tingginya sekitar 7 m dan lebarnya 4 meter. Ada yang aneh dari batu bersusun ini, pada bagian bawah batu yang paling tinggi yang berukuran lancip (tajam) meskipun, namun tidak pernah jatuh atau goyang sedikitpun).

pada masa kini, di Sumbawa terdapat sebuah upacara yang khusus dilaksanakan untuk minta hujan yaitu UpacaraTanak Eneng Ujan. Upacara ini dulunya dilaksanakan pada masa kesultanan. dengan barisan panjang yang di pimpin oleh seorang wanita yang bertindak sebagai ina sandro. Mereka berjalan sambil menarikan gerak betanak dan membacakan doa-doa khusus yang ditujukan kepada Allah SWT sebagai Sang Pemilik Hujan. Untuk saat ini, upacara ini masih dilaksanakan di kecamatan Empang yang dikenal dengan nama Upacara Bayayudan di Desa Tepal, Kecamatan Batu Lanteh.
Sistem kepercayaan lain yang terdapat dalam faham animisme adalah kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus. Di Sumbawa makhluk-makhluk halus di kenal dengan nama ;baki’, kono’, longga, serusu (Sejenis makhluk halus yang sering mangkal diatas pohon dan biasanya suka melempar manusia dengan pasir atau kerikil. Serusu juga bisa dianggap sebagai makhluk halus yang menjadi penyebab ketika seseorang tiba-tiba kaku dan tidak bisa bernafas pada saat tidur),sukampek (Makhlus halus perempuan yang memiliki susu panjang sampai menjuntai ke tanah, di Sumbawa dikenal dengan nama Nyi Seruni, sedangkan di Kabupaten Sumbawa Barat yaitu Ina Mambe yang dianggap sebagai penunggu pantai Labuhan Balat) (nyi seruni/ina mambe), dewa bisu (Nama makhluk halus yang hanya ada di Plampang yang biasanya beroperasi pada saat diadakan keramaian di lapangan Plampang. Korbannya biasanya orang yang memakai baju kuning), leak, jin, setan, tuyul, iblis, dsb. Nama-nama seperti jin, setan maupun iblis berasal dari pengaruh Islam. Sedangkan nama-nama asli Sumbawa adalah baki, kono, longga, serusu, roga dan sukampek. Baki adalah sejenis makhluk halus yang bertempat tinggal di hutan terutama di pohon-pohon besar dan angker, sedangkan kono adalah makhluk halus yang sering berkeliaran di siang hari terutama pada saat-saat yang sepi, dan longga adalah makhluk hitam yang tinggi besar dan menyeramkan, biasanya muncul di sungai, hutan, dsb.
Dalam konsepsi berfikir masyarakat pada masa pra sejarah, makhluk-makhluk halus adalah raja atau penguasa di wilayahnya masing-masing. Mereka telah tinggal di tempat itu jauh sebelum datangnya manusia. Mereka tidak bisa di lawan dengan kekerasan, karena mereka memiliki kesaktian yang jauh melebihi manusia. Salah satu cara agar mereka tidak mengganggu manusia adalah dengan mengadakan upacara-upacara ritual khusus melalui pemberian sesajen.
Dinamisme
 Sarkofagus di Temang Dongan, Lopok....Sumber : Aries Zulkarnaen.
Sarkofagus di Temang Dongan, Lopok….Sumber : Aries Zulkarnaen.
Dalam faham dinamisme, jiwa atau roh tidak hanya dimiliki oleh makhluk hidup, tapi juga terdapat pada benda-benda mati. Adanya kepercayaan ini akhirnya melahirkan bentuk-bentuk pemujaan terhadap batu, gunung, senjata, dsb.
Sistem kepercayaan ini semakin berkembang ketika masyarakat mulai mengenal mantra sebagai salah satu media yang digunakan dalam berhubungan dengan alam roh, bahkan mantra dianggap memiliki kekuatan tersendiri karena mampu menjadikan sebuah benda seperti tombak atau tongkat memiliki tuah atau kesaktian.
Lewat mantra para syawan atau sandro menyampaikan harapan-harapan masyarakat kepada para roh leluhur, baik yang berkaitan dengan pertanian, perburuan, dsb. Pada masyarakat Sumbawa hingga saat ini, kepercayaan dinamisme masih terus berkembang namun dengan ”wajah” yang berbeda. Mantra tetap digunakan sebagai bagian dari tradisi, dan masyarakat tidak lagi menganggap sebuah benda pusaka murni memiliki tuah, tapi disebabkan karena adanya kekuasaan Tuhan yang menjadikan sebuah benda memiliki kesaktian. Namun demikian, dikalangan tertentu, masih banyak yang melakukan upacara ritual khusus terhadap benda-benda pusaka mereka.
Di Sumbawa, selain benda-benda pusaka kesultanan yang saat ini banyak tersimpan di Bala Kuning, juga terdapat barang-barang pusaka lainnya yang dimiliki oleh individu masyarakat, yang terkenal adalah ; Keris Samba, Tear (Tombak) Teman Tampir, Tear Brang Bayan, dan sebuah rompi sakti bernama Paruma Ero. Selain itu, juga terdapat nama-nama lainnya seperti Pecunang, senjata peninggalan Lalu Anggawasita dan Undru, dll.  
Totemisme
Motif Buaya  di Sarkofagus Ai Renung,  Batu Tering
Motif Buaya
di Sarkofagus Ai Renung,
Batu Tering
Totemisme merupakan suatu bentuk kepercayaan kepada binatang tertentu yang dinggap memiliki kekuatan. Di Sumbawa, sistem kepercayaan ini telah berkembang  sejak masa pra sejarah. Dalam sarkofagus yang ditemukan di Ai Renung, salah satu simbol yang digunakan adalah buaya yang digunakan sebagai media penghubung ke alam roh. Digunakannya simbol ini karena buaya dianggap mampu hidup di 2 (dua) dunia.
Dalam konteks kekinian, sebagian masyarakat Sumbawa masih mempercayai bila suara tokek dapat membenarkan perkataan sesesorang, atau bila bertemu dengan capung (keludu) dapat mendatangkan kesialan.     
Agama Kafitayan
Agama kafitayan merupakan agama pribumi nusantara yang hidup jauh sebelum berkembangnya Hindu di Indonesia sebagai perkembangan berikutnya dari kepercayaan animisme. Dalam buku Peta Walisongo karangan Agus Sunyoto, dijelaskan bahwa agama kafitayan merupakan agama yang sudah mengenal Tuhan Yang Esa sebagai simbol dari agama tauhid yang bernama Sang Hyang Taya yang berarti kosong atau hampa. Taya sendiri berarti Yang Absolut atau Tunggal. Kekuatan Sang Hyang Taya ini diimplementasikan dalam bentuk Tu atau To yang bermakna gaib, sehingga lahir istilah watu, batu, dsb. Bagi orang-orang yang telah mampu menguasai kekuatan Sang Hyang Taya di sebut dengan Ratu atauDatu (Di Sumbawa, Datu merupakan gelar yang dinisbatkan kepada putera raja atau pemimpin/kepala suku. Gelar ini bukan berasal dari pengaruh Gowa, karena di Kerajaan Gowa tidak dikenal istilah Datu tapi Daeng atau KeraEng) Dalam diri Sang Hyang Taya terdapat 2 (dua) sifat yang berbeda yaitu sifat Tu yang baik, yang mendatangkan  kebaikan, kemuliaan, kemakmuran dan keselamatan kepada manusia. Tu yang bersifat baik ini disebut dengan Tu-han, sedang yang bersifat kejahatan disebut han-Tu.
Masyarakat penganut Kafitayan meyakini bahwa sifat ketuhanan Sang Hyang Taya bersemayam dalam benda-benda yang memiliki keterkaitan dengan nama-nama yang didalamnya terdapat kata Tu dan To, seperti ; Wa-Tu (batu), Tu-gu, Tu-lang, Tu-nda (punden berundak-undak), To-peng, dsb.Maka dalam agama Kafitayan, praktek ibadah yang dilakukan oleh kalangan awam kepada Sang Hyang Taya dilakukan melalui sarana peribadatan, sedangkan untuk kalangan ”ulama-ulama sufi”nya yang telah mencapai tingkatan tinggi langsung berhubungan dengan Sang Hyang Taya, diawali dengan Tu-lajeg (berdiri tegak) menghadap Tu-tuk (lubang) sambil mengangkat kedua tangan dengan maksud menghadirkan Sang Hyang Taya di dalam Tu-tud (hati).
Tidak diketahui bagaimana perkembangan agama ini di Sumbawa, tapi diperkirakan dimulai pada masa megalitikum, sesuai dengan hasil penemuan terhadap beberapa benda pra sejarah. Bila menelusuri sejarah latar belakang lahirnya nama-nama desa maupun kecamatan di Kabupaten Sumbawa terutama terhadap toponimi nama-nama desa maupun kecamatan yang diawali dengan kata batu seperti Batu Tering, Batu Dulang, Batu Lanteh, Batu Rotok, Batu Mega maupun Batu Bulan, kemungkinan besar ada kaitannya dengan pemujaan terhadap batu yang dilakukan oleh masyarakat pada jaman dulu. Banyaknya nama desa atau kecamatan di Sumbawa yang dimulai dengan kata ”batu” ini mengindikasikan bila agama ini pernah berkembang di Sumbawa.

Sumber : SAKAYALOWAS
***Yang mengcopy Paste tulisan ini harap mencantumkan Sumbernya guna kita menghargai Tulisan dan karya seseorang agar kita anda tidak dikatakan PLAGIAT

SEKILAS TENTANG SUMBAWA DARI BERBAGAI SISI

Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan jumlah penduduk sekitar 420.720 jiwa berdasarkan sensus tahun 2009.  Mayoritas masyarakat di kabupaten ini menganut Agama Islam atau 96 % dari total jumlah penduduk, di susul oleh Hindu (2,67%), Katolik (0,48%), Protestan (0,41%) dan Budha (0,09%). Agama Hindu sebagai agama terbesar kedua setelah Islam terpusat di 7 (tujuh) kecamatan, yaitu ; Kecamatan Sumbawa 2.939, Lunyuk 2.467, Utan 1.403, Lab. Badas 1.398, Rhee 1060, Plampang 927, dan Labangka 664. Di Kecamatan Lunyuk terdapat 1 (satu) desa yang khusus di huni oleh komunitas Hindu yaitu Desa Sukamaju. Masyarakat Hindu yang ada di Sumbawa sebagian besar berasal dari Bali, namun ada juga yang berasal dari komunitas Hindu yang ada di Lombok. Mereka  masuk ke Sumbawa melalui program transmigrasi[1], maupun dari perpindahan spontan akibat meletusnya Gunung Agung tahun 1951 dan juga atas inisiatif sendiri. Sedangkan agama katolik dan protestan terpusat di Kota Kabupaten dan hanya sebagian kecil yang tersebar di beberapa kecamatan, begitu pula dengan Agama Budha.

Tabel 1. Jumlah Pemeluk Tiap-Tiap Agama di Kabupaten Sumbawa
NO.
AGAMA
JUMLAH PEMELUK
1
2
3
4
5
Islam
Hindu
Katolik
Protestan
Budha

405.236
11.264
2.042
1.766
402

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumbawa
SISTEM KEPERCAYAAN SECARA UMUM
Dari zaman pra sejarah, sistem kepercayaan telah di kenal oleh masyarakat Sumbawa (tau Samawa) baik dalam bentuk animisme, dinamisme maupun totemisme, dan seiring dengan perkembangan jaman, tau Samawa pun mulai mengenal agama yang diawali dengan masuknya agama Hindu dan yang terakhir adalah Islam sebagai agama pamungkas.
Di era modern seperti sekarang ini, kepercayaan-kepercayaan lama masih menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan tau Samawa.  Untuk menangkal gangguan makhlus halus yang jahat dan berbagai bentuk sihir seperti burak, sekancing, lome-lome, pedang pekir, dan sebagainya, sebagian tau Samawa sering memakai jimat yang dikalungkan di leher maupun ditempelkan pada ikat pinggangnya. Mereka juga percaya dan mendatangi sandro. Selain kepercayaan kepada orang-orang tertentu yang punya kekuatan gaib dan memilki kemampuan meramal nasib, tau Samawa juga mempercayai suara cecak dapat membenarkan perkataan seseorang, mendatangkan keberuntungan maupun sebaliknya, bahkan sangat percaya bila dalam perjalanan bepergian mereka bertemu orang buta berarti pertanda sial baginya
SISTEM MATA PENCAHARIAN
Pertanian
Sawah oleh orang Sumbawa disebut dengan uma, aktivitasnya disebut raboat. Sedangkan petak-petak di areal persawahan disebut bangkat. Di sawah, petani menanam padi saat masuk musim hujan (musim barat). Pelaku pertanian di sawah adalah para pemilik lahan atau diserahkan penggarapannya ke petani penggarap atau musiman dengan sistem bagi hasil. Sedangkan bagi petani yang menggarap sendiri, di kelola oleh seluruh keluarga, baik bapak, ibu maupun anak. Di Sumbawa, ladang yang terdapat di areal persawahan disebutgempang, aktivitas berladang disebut bagempang. Sedangkan ladang yang terdapat di hutan disebut rau, aktivitasnya disebut marau. Proses pembabatan hutan menjadi rau disebut dengan merantas. Di ladang, para petani biasanya menanam palawija terutama kacang hijau (antap). Penanaman palawija ini merupakan tradisi turun temurun, biasanya dilakukan setelah panen padi. Setelah panen, biasanya masyarakat menyerahkan hasil gabahnya ke pabrik penggilingan padi yang rata-rata terdapat di setiap desa. Dari hasil penggilingan itu ada yang kemudian di konsumsi sendiri, namun ada juga yang di jual untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Peternakan
Sumbawa merupakan daerah peternakan. Dengan lahan yang luas, hewan-hewan ternak biasanya di lepas begitu saja di lar-lar[1] yang ada. Menjelang senja baru dijemput dan digiring pulang ke kandang, bahkan ada yang pulang sendiri. Bila berkunjung ke Sumbawa, maka di lar-lar tertentu terutama yang dimiliki oleh peternak yang kaya, akan terlihat gerombolan ternak, bahkan saking banyaknya kadang-kadang sampai menutupi bukit. Dengan potensi sebesar itu, Sumbawa kemudian dijadikan sebagai salah satu daerah yang masuk dalam Program Nasional Bumi Sejuta Sapi khususnya untuk kawasan Indonesia Bagian Timur.
Pelaku peternakan di Sumbawa adalah para pemilik ternak yang juga merupakan para petani (petani peternak). Setiap petani rata-rata memiliki hewan ternak, seperti sapi  (sampi), kerbau (kebo), kuda (jaran), bedis (kambing), doma (domba), dll. Ternak-ternak itu di kelola sambil mengurus pertanian. Sedangkan bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian, dapat lebih fokus dalam mengelola peternakan, dan hali ini biasanya dilakukan oleh masyarakat non petani yang tergiur dengan keuntungan yang didapatkan dari hasil jual beli ternak. Di Sumbawa, bisnis jual beli ternak merupakan salah satu bisnis yang sangat menguntungkan. Bila dikelola dengan baik, bisnis ini akan memberikan keuntungan berlipat ganda.   
Perikanan
Perikanan di Sumbawa merupakan wilayah khusus yang digarap oleh para pendatang terutama dari Bajo, Makasar dan Mandar. Mereka bertempat tinggal di wilayah pesisir yang membentang dari Alas Barat sampai Labuhan Sumbawa dan dari Tarano sampai Lape, selain itu juga terdapat di wilayah Sumbawa bagian tengah, seperti di Moyo Hilir dan Moyo Utara. Rata-rata mata pencaharian mereka adalah petani nelayan.  Penggarapan pertanian biasanya dilakukan pada saat tidak melaut, yaitu pada saat dimulainya musim hujan. Dari hasil tangkapan ikan, sebagian besar kemudian di jual ke pasar, sedangkan sisanya di konsumsi sendiri. Menurut data statistik perikanan, jumlah nelayan paling banyak terdapat di Kecamatan Buer yaitu 1486 orang atau sekitar 10,7 % dari total jumlah penduduk, disusul oleh Labuhan Badas sekitar 1100 orang.
SISTEM PENGETAHUAN
Pemahaman masyarakat Sumbawa tentang sistem pengetahuan ada yang didapatkan dari pengalaman, namun sebagian besar dipelajari dari kitab-kitab kuno yang membahas tentang berbagai macam ilmu pengetahuan. Keberadaan dari kitab-kitab itu merupakan bagian dari perkembangan ilmu tasawwuf yang sangat pesat di Sumbawa. Ada kitab yang secara khusus membahas tentang ilmu perbintangan, yaitu tajal muluk, ada yang menjelaskan tentang ilmu pengobatan dengan menggunakan ramu-ramuan tradisional, ada ilmu tentang tubuh manusia, dll. Semua kitab-kitab ini telah memperkaya khasanah pengetahuan Sumbawa dan menjadikan Sumbawa sebagai salah satu Pusat Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Pengobatan Tradisional di nusantara.
Pengetahuan Tentang Fauna
Keberadaan madu dan kuda Sumbawa yang sangat terkenal merupakan 2 (dua) diantara sekian banyak pengetahuan masyarakat Sumbawa tentang fauna, juga burung (pio), menjangan (mayung), hewan-hewan ternak lainnya, bahkan anjing (asu) yang digunakan untuk nganyang (berburu). Masyarakat Sumbawa memiliki kiat-kiat khusus untuk menjinakkan aning (lebah) dan mengetahui waktu yang tepat untuk mengambil madu. Mereka biasanya menggunakan jampi dan ramuan-ramuan khusus agar tidak tersengat lebah, seperti mengolesi sekujur badan dengan menggunakan bawang. Sedangkan untuk memanggil burung, masyarakat Sumbawa membuat sebuah alat khusus yang terbuat dari bambu yang di sebut dengan sakoak. Salah satu permainan rakyat yang sangat digemari oleh masyarakat Sumbawa adalah maen jaran (pacuan kuda), barapan kebo (karapan kerbau), dan balap kebo timpak, balapan kerbau di dalam air yang deras. Dalam perlombaan ini, hewan-hewan yang diikutsertakan adalah hewan-hewan terpilih. Orang Sumbawa mengetahui mana hewan-hewan yang cocok dijadikan sebagai hewan-hewan pacuan dan mana yang tidak. Luasnya lahan peternakan di Sumbawa memberikan ruang yang lapang bagi tau Samawa untuk mengembangkan kemampuannya khususnya yang berkaitan dengan dunia peternakan.
Pengetahuan Tentang Flora
Bagi masyarakat Sumbawa, dunia flora merupakan dunia yang telah diakrabi sejak ratusan tahun yang lalu. Sebelum adanya obat-obatan modern seperti sekarang ini, tau Samawa telah mengenal fungsi masing-masing tanaman untuk dijadikan sebagai obat, diantaranya ;
1)       Percampuran antara daun bidara, pancar, pandan, tunas pisang dan beras digunakan untuk mengobati penyakit emar mayit atau gizi buruk. Obat ini telah terbukti mampu menyembuhkan anak-anak yang kekurangan gizi, pucat, kurang selera makan, dll,
2)     Getah jarak dicampur dengan air kopi untuk menyembuhkan penyakit mencret (muntaber),
3)      Daun ara di campur dengan kencur dan beras untuk menyembuhkan panas dalam (karapa),
4)     Sedangkan penyakit kamelas atau kaget pada bayi dapat disembuhkan dengan menggunakan jahe dan daun pelas. Caranya sangat unik yaitu jahe terlebih dahulu dibungkus dalam kain atau celana si bayi yang sakit, lalu dengan kain dan celana itu digunakan untuk menarik daun pelas sambil membaca shalawat 1 (satu) kali. Setelah itu, diambil 1 (satu) helai daun, lalu di kunyah.
5)     Dll.
Bukan hanya daun yang dapat dijadikan sebagai obat, tapi juga bagian akar, sehingga dari percampuran berbagai akar-akaran kemudian dijadikan sebagai minyak. Proses membuatnya disebut dengan melala. Minyak Sumbawa yang dibuat dari hasil melala sangat terkenal, bahkan sampai ke luar negeri. Minyak ini dapat digunakan dengan cara diminum dan di urut serta berfungsi untuk menguatkan vitalitas, mengembalikan kondisi akibat kelelahan, dsb. 
Pengetahuan Tentang Tubuh Manusia
Ilmu organologi atau ilmu yang mempelajari tentang organ-organ tubuh manusia telah diketahui oleh masyarakat Sumbawa sejak dahulu kala. Ilmu ini biasanya dipelajari oleh sandro (dukun). Di Sumbawa terdapat dukun yang namanya sandro tolang, yaitu dukun yang secara khusus mempelajari tentang ilmu patah tulang. Tidak sembarang orang mampu mempelajari ilmu ini karena harus menguasai ramuan dan amalan -amalan tertentu. Bagi seseorang yang mengalami patah tulang agak parah, biasanya tulang tersebut dihancurkan terlebih dahulu, setelah itu baru diberikan ramuan dan gips khusus yang terbuat dari kayu. Sedangkan untuk penyakit-penyakit lainnya seperti sakit gigi dapat disembuhkan dengan hanya menekan bagian-bagian tertentu dari leher dan kepala dengan menggunakan 2 (dua) buah jari tangan.
Di beberapa daerah di Kabupaten Sumbawa, khususnya di wilayah pesisir yang rata-rata di huni oleh para pendatang dari Bugis, Bajo, Mandar, dsb, masih berkembang pengobatan tradisional dengan menggunakan patokan huruf-huruf al-Qur’an yang terdapat dalam setiap tubuh manusia. Metode pengobatan dengan cara seperti ini mampu menyembuhkan berbagai penyakit dalam kondisi kronis sekalipun.       
Pengetahuan Tentang Alam Raya
Pengetahuan tentang alam raya merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan musim dan astronomi. Masyarakat Sumbawa menyebut musim kemarau dengan musim balit, sedangkan musim hujan dengan musim barat. Di bidang pertanian, waktu menanam padi di sebut dengan musim tanam pade, sedangkan waktu menanam kacang hijau di sebut musim tanam antap. Musim ini juga berlaku untuk berbagai aktivitas masyarakat seperti musim pengantan (musim kawin), musim buya madu (cari madu), musim gotong royong pina bale (gotong royong membangun rumah), dll. Sedangkan menyangkut astronomi, tau Samawa memiliki ilmu yang lengkap. Ilmu ini dipelajari dari kitab-kitab kuno, dan yang sangat terkenal adalah Tajal Muluk. Dalam kitab ini dijelaskan secara rinci tentang berbagai hal yang berkaitan dengan perjalanan bintang. Ilmu ini digunakan untuk membantu masyarakat menentukan kapan saat yang tepat untuk berlayar, merantau, membangun rumah, dsb. 
Pengetahuan Tentang Waktu
Sumbawa merupakan daerah yang sangat kaya dengan istilah-istilah yang berkaitan dengan waktu. Untuk menyebutkan wilayah Sumbawa bagian barat atau daerah tempat matahari terbenam disebut dengan ano rawi, dan ano siyep untuk wilayah Sumbawa bagian timur atau daerah tempat matahari terbit. Dalam kesenian tradisional Sumbawa juga digunakan istilah ini terutama dalam temung (jenis tembang) sakeco dan temung (jenis pukulan) genang (gendang) yang disebut dengan temung ano rawi dan temung ano siyep. Dalam ulan (salah satu bentuk tembang Sumbawa), dikenal istilah yang lain, yaitu ; ulan tengari (pagi hari), ulan ntek ano (siang hari dalam posisi matahari sedang meninggi), ulan rawi ano(sore hari menjelang senja), ulan petang (malam hari), dan ulan tenga petang (tengah malam).
Pada jaman dahulu penanggalan yang digunakan oleh masyarakat Sumbawa adalah penanggalan Islam. Nama-nama bulan seperti Januari, Februari, dst, merupakan nama-nama bulan yang baru muncul belakangan ini. Sedangkan menyangkut tingkatan waktu khususnya yang berkaitan dengan hari, masyarakat Sumbawa mengenal 8 tingkatan waktu, yaitu ; 1. Satowe Perap (dua hari yang lalu, 2. Saperap (kemarin), 3. To (sekarang), 4. Nawar (besok), 5. Puan (lusa), 6. Telen (3 hari lagi), 7. Patan (4 hari lagi), dan 8. Liman (5 hari lagi). Selain itu, di bidang pertanian, juga terdapat istilah-istilah yang berkaitan dengan waktu seperti waya mata, waya begaba, mole pade dan mole antap, mole mulir, dsb.
Pengetahuan Tentang Bilangan
Masyarakat Sumbawa mengenal beberapa macam bilangan, mulai dari satuan, puluhan hingga ribuan.Bilangan yang terdapat di Sumbawa adalah :

Tabel 2. Bilangan satuan, puluhan, ratusan dan ribuan.
Satuan
Puluhan
1    ;    sai, sopo, sepa, seke
2   ;    dua, dopa
3   ;    telu
4   ;    empat
5   ;    lima
6   ;    enam
7   ;    pitu
8   ;    balu
9   ;    siwa
10;    sepulu
11  ;    solas
12  ;    dua olas
dst

20; dua pulu sai
dst
Ratusan
Ribuan
100  ; serates
101    ; serates sai

1000 ; seribu

Dalam bilangan Sumbawa, angka 1 (satu) memiliki jumlah paling banyak, yaitu 4 (empat) buah. Keempat angka ini masih tetap digunakan, hanya penempatannya yang disesuaikan dengan konteksnya, seperti angka 21, tidak bisa dikatakan dengan dua pulu sopo, dua pulu sepa, atau dua pulu seke, tapi dua pulu sai. Sedangkan kata sopo, lebih banyak digunakan dalam bahasa lawas (syair Sumbawa), seperti sopo sapolak, dsb.
SISTEM SOSIAL KEMASYARAKATAN
Kelompok Kekerabatan
Dalam sistem kemasyarakatan tau Samawa terdapat kelompok-kelompok kekerabatan, baik kerabat dekat maupun kerabat luas. Kerabat dekat terdiri dari bapak, ibu, dan anak, sedangkan kerabat luas disebut dengan pata yang terdiri dari orang tua dan anak sampai tingkatan ke enam ditambah dengan paman, bibi, sepupu, dst.
Di bawah ini akan disebutkan satu persatu nama anggota kelompok kekerabatan dalam bahasa Sumbawa, yaitu :

Tabel 3. Nama anggota kelompok kekerabatan
Ke atas
Ke bawah
1.   Bapak, mame, abu, teta (khusus Bugis) ; ina, indo (KSB), umi (khusus Arab)
2.  Papen (orang tua bapak)
3.  Balo (orang tua papen)
4.Tolo (orang tua balo)
5.  Mi (orang tua tolo)
6.Pata (orang tua mi)

1.   Anak (anak)
2.  Papu (anak dari anak)
3.  Balo (anak dari papu)
4.Tolo (anak dari balo)
5.  Mi (anak dari tolo)
6.Pata (anak dari mi)
Ke samping
Ke samping atas
1.   Adi’ ; adik
2.  Kaka’ ; kakak
3.  Sempu ; sepupu
4.Sempu sai ; sepupu satu
5.  Sempu dua ; sepupu dua
6.Sempu telu ; sepupu tiga

1.   Ea’ ; kakak dari orang tua untuk laki-laki maupun perempuan
2.  Nde’ ; adik laki-laki orang tua
3.  Kemina’ ; saudara laki-laki dan perempuan dari orang tua
Ke samping bawah
Hubungan dari hasil perkawinan
1.   Kemanak ; keponakan


1.   Mentua ; mertua
2.  Semar ; besan
3.  Nantu ; menantu

Istilah Kekerabatan

1.   Purang ; rumpun keluarga
2.  Sanak ; keluarga



Sistem Gotong Royong
Dalam sistem gotong royong, masyarakat Sumbawa mengenal istilah basiru dan nulung. Basiru merupakan sebuah tradisi yang dibangun untuk memperkuat silaturrahim masyarakat melalui sistem gotong royong yang dilakukan dalam berbagai aktivitas, seperti pertanian, membangun rumah, dsb. Sedangkan nulung merupakan bantuan yang diberikan pada saat upacara perkawinan, khitanan, kematian, dsb. Kedua tradisi ini diperkirakan berasal dari masa Islam. Di bidang pertanian, salah satu bentuk basiru adalah memberikan bantuan dalam bentuk tenaga dan kadang-kadang juga materi terutama pada saat mulai masuk musim tanam dan masa panen. Dalam tradisi ini orang yang telah di bantu memiliki kewajiban untuk membayar pada giliran berikutnya ketika tiba masa orang-orang yang telah membantunya mulai mengerjakan sawah atau ladangnya. Kewajiban tersebut dinamakan dengan bayar siru. Di Kecamatan Orong Telu, dan juga di beberapa kecamatan lainnya di Sumbawa, gotong royong membangun rumah masuk dalam kalender musim masyarakat. Kegiatan ini biasanya dilakukan sebelum musim hujan atau musim tanam, yaitu antara bulan Juli s/d Agustus.  Dalam pelaksanaan kegiatan ini terdapat simbol pemersatu yaitu Ela Bate Tarang Tajo yang diucapkan secara bersama-sama terutama pada saat menaikkan tiang rumah. Ela bate tarang tajo merupakan sebuah nilai yang memberikan ruang lebih pada demokratisasi, kepedulian sosial, kebersamaan tanpa dibatasi oleh status sosial dan usia, dimana setiap elemen dengan latar belakang berbeda bekerja sama membangun kesetaraan.

Sumber : SAKAYALOWAS
***Yang mengcopy Paste tulisan ini harap mencantumkan Sumbernya guna kita menghargai Tulisan dan karya seseorang agar anda tidak dikatakan PLAGIAT


Tulisan Populer